Betapa banyak orang tumbuh dengan perasaan minder, sulit bergaul, dan pemarah! Biasanya kalau ditelusuri asal-muasalnya, perasaan itu muncul karena sejak kecil orang itu tidak bertumbuh dengan harga diri yang cukup. Bisa jadi dia sering dilarang melakukan ini-itu, sehingga masa eksplorasinya terhambat. Atau juga kerap dicela, dipersalahkan, dan jarang dipuji.
Sebagian anak lain tumbuh tanpa pengarahan orang tua, hanya dengan pembantu dan babysitter. Ketika remaja, anak ini menemui peer group-nya dengan tanki cinta yang nyaris kosong. Dia akan mudah dipengaruhi untuk melakukan hal-hal buruk.
Philip J. Henry, dkk dalam buku The Christian Therapist’s Notebook[1] menulis, percaya diri dibangun berdasarkan perasaan yang dipikirkannya tentang kemampuannya dibandingkan dengan prestasi yang dicapai sehari-hari. Dengan kata lain, orang itu bertanya, “Apakah saya sedang melakukan apa yang seharusnya saya lakukan?”
LIMA AREA HARGA DIRI
Ada lima area yang menjadi penyusun rasa percaya diri seseorang yang relatif normal, tidak peduli berapa pun umurnya. Anda, sebagai orang tua bisa menerapkan ke lima area ini sebagai alat analisis kepribadian remaja Anda.
1. Percaya diri rohani (spiritual self esteem) adalah kesesuaian antara apa yang remaja Anda percayai dengan apa yang menjadi perilakunya. Jika anak melihat sesehari perilaku orang tuanya sama dengan apa yang kita percayai dan ajarkan pada anak, maka harga diri rohani anak akan terbentuk. Banyak anak bermasalah dalam hal ini, karena melihat perilaku orang tua atau pembimbingnya berbeda dengan pengajaran yang disampaikannya. Anak sangat membutuhkan contoh atau teladan. Orang tua yang bisa menjadi role model yang baik pada anak akan mudah membangun percaya diri spiritual ini.
2. Self-esteem dalam bidang akademik. Ini adalah kesesuaian antara kemampuan atau prestasi di sekolah dengan yang diyakininya. Kalau anak tahu bahwa dia mampu dan prestasinya juga seimbang, maka self-esteem akademiknya terbentuk dengan baik. Contohnya: Musa, tokoh yang sejak kecil sudah dididik dalam disiplin akademis yang tinggi. Dia sudah belajar pelbagai bahasa yang berbeda pada waktu itu. Sering dilatih ilmu perang dan leadership serta semua ilmu pengetahuan Mesir yang adalah negara adidaya dunia saat itu. Agar anak-anak kita bertumbuh dengan per-caya diri akademik, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan. Pertama, usahakan sejak kecil kita mengenali minat dan bakat anak. Lalu dorong anak mengembangkannya sejak kecil. Tidak sedikit orang tua tergoda memberi anaknya les banyak, dan berharap anaknya pandai dalam banyak bidang.
3. Social self-esteem. Harga diri sosial terbentuk berdasarkan cara keluarga dan teman memandang dirinya. Dua faktor yang membangun percaya diri sosial ini adalah sikap orang tua dan sikap teman sebaya. Kalau anak tumbuh dengan perasaan diterima dan dikasihi orang tua apa adanya, secara emosi dia dekat dengan orang tuanya maka social self-esteem terbentuk baik. Demikian juga saat dia mulai masuk sekolah, dia dilatih bergaul dengan teman-teman di sekolah atau dengan anak-anak tetangga, maka harga diri sosialnya akan terbentuk baik. Sejak kecil usahakan agar anak kita mendapat penerimaan, penghargaan, dan rasa dicintai. Itulah modalnya untuk bisa menerima dan mencintai teman-temannya di sekolah. Umumnya anak yang punya percaya diri sosial baik, cenderung menjadi bintang-bintang pergaulan.
4. Percaya diri emosi (emotional self-esteem). Yaitu, anak kita menyukai dirinya sendiri sebagaimana orang lain menyukai dirinya. Anak tahu kelemahan dan kekuatannya secara emosi, lantas dia menerima dirinya dengan semua kelebihan dan kekurangannya itu. Dia juga mudah mengakui emosi yang ada di dalam dirinya secara asertif. Dia tidak malu mengakui kekurangannya, dan bersedia dikritik oleh orang lain. Di samping itu emosi positifnya seperti kegembiraan dan rasa optimis mudah menular kepada orang lain. Kalau dia sedang marah, dia bisa mengelola kemarahan dengan baik. Jangan heran, mereka akan disukai oleh orang lain. Untuk mengembangkan percaya diri emosi pada anak, orang tua perlu menerima anak apa adanya. Memberi penghargaan kepada setiap emosi anak, baik positif maupun negatif. Kalau anak sedih, orang tua belajar berempati dan menjadi pendengar yang baik. Jika kemarahan anak sedang meledak, orang tua mengizinkan dia melepas kemarahannya secara proporsional, bukan langsung menegur dengan marah saat dia juga sedang kesal.
5. Physical self-esteem atau harga diri fisik. Ini dibentuk oleh dua hal, appearance atau penampilan diri dan ketrampilan. Penampilan diri misalnya, apakah anak ini enak dipandang, wangi, rapi, atau kebalikannya. Anak perlu diajari agar tampil menarik dan bersih. Jangan membedakan si anak dengan kakak atau adiknya. Anak juga harus terampil mengerjakan pekerjaan rumah yang sederhana. Misalnya merapikan tempat tidur, mencuci piring, memperbaiki alat tertentu, menyapu rumah, atau memasak.
Harga diri anak dibangun sejak usia balita. Sebab di lima atau enam tahun pertama otak anak bertumbuh dengan sangat cepat dan 80% sel saraf otak terbentuk. Pada usia ini juga 50% potensi kapasitas otak terbentuk. Pada usia balita terjadi pembentukan fondasi “pembelajaran”, anak sangat haus belajar, termasuk keterampilan dan penampilan. Mari kita siapkan dan bangun harga diri anak sebaik-baiknya sejak dini.
Keluargaku Pelangiku
Sumber
Buku “Sembilan Masalah Remaja” (Julianto Simanjuntak, Pelikan- Jakarta)
Jumat, 20 Januari 2012
Harga Diri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Gemini Bisa Apa
Anda adalah seorang guru ilmu pengetahuan alam kelas [4 SD] yang sangat berpengalaman dalam mengajar dengan interaktif dan menyenangkan. tol...
was here, keep posting :)
BalasHapus