Wikimedia Commons
Peringatan Hari Bumi berawal di Amerika Serikat 1970 ketika kota-kota besar di hampir seluruh negara bagian Amerika Serikat sedang dilingkupi asap tebal yang menyesakkan dan air sungai banyak dicemari limbah beracun.
Sekitar 20 juta penduduk Amerika turut berpartisipasi dalam perayaan tanggal 22 April yang dipelopori oleh Senator Wisconsin saat itu, Gaylord Nelson. Nelson sudah sejak tahun 1960-an menaruh kepedulian dan berkampanye pada isu lingkungan hidup, yang dirasanya lama hilang dari agenda negara. Perayaan awal ini memusatkan perhatian pada isu lingkungan hidup yang mengusik kelestarian planet serta berimbas pada kesehatan manusia.
Ada spekulasi yang mengatakan bahwa 22 April dipilih karena merupakan hari lahir dari Vladimir Lenin, pendiri Republik Soviet. Cita-cita Lenin adalah menghapuskan hak-hak kepemilikan pribadi, berdasarkan sebuah artikel di Capitalism Magazine tahun 2004. Ujung-ujungnya Hari Bumi dihubungkan ke teori komunis.
Namun pihak Earth Day Network membantahnya dan menyebut kalau spekulasi tersebut salah kaprah. Menurut Kathleen Rogers dari Earth Day Network, 22 April 1970 ditetapkan menjadi Hari Bumi karena alasan waktu yang ideal. Musim semi jatuh di bulan April itu, hingga cocok bagi pelajar untuk mendapatkan pendidikan tentang lingkungan.
Amy Cassara di World Resources Institute Washington, yang mencoba menganalisis tren global mengenai lingkungan, mencatat bahwa sejak Hari Bumi diperingati pertama, Hari Bumi telah berevolusi, dari sebuah pokok bahasan sampingan menjadi sebuah aliran mainstream kuat yang dianggap penting oleh sebagian besar orang.
Memang sekarang orang-orang dari 180 negara berbeda di dunia merayakan peringatan ini. Sebut saja misalnya di Tarijia, Bolivia, dijadwalkan penanaman 10.000 pohon. Di Kepulauan Fiji, para penyelam akan ambil bagian dalam rangkaian acara bertajuk 'Dive for Earth Day'. Pada saat itu, ribuan orang menyelam untuk membersihkan laut dan terumbu-terumbu karang.
Bagaimana pun, menurut Cassara, isu lingkungan dewasa ini, tidak jauh mengalami perbedaan. "Utamanya masih seputar kualitas udara, air bersih, dan lubang pada lapisan ozon," urainya. (Sumber: National Geographic)
Sekitar 20 juta penduduk Amerika turut berpartisipasi dalam perayaan tanggal 22 April yang dipelopori oleh Senator Wisconsin saat itu, Gaylord Nelson. Nelson sudah sejak tahun 1960-an menaruh kepedulian dan berkampanye pada isu lingkungan hidup, yang dirasanya lama hilang dari agenda negara. Perayaan awal ini memusatkan perhatian pada isu lingkungan hidup yang mengusik kelestarian planet serta berimbas pada kesehatan manusia.
Ada spekulasi yang mengatakan bahwa 22 April dipilih karena merupakan hari lahir dari Vladimir Lenin, pendiri Republik Soviet. Cita-cita Lenin adalah menghapuskan hak-hak kepemilikan pribadi, berdasarkan sebuah artikel di Capitalism Magazine tahun 2004. Ujung-ujungnya Hari Bumi dihubungkan ke teori komunis.
Namun pihak Earth Day Network membantahnya dan menyebut kalau spekulasi tersebut salah kaprah. Menurut Kathleen Rogers dari Earth Day Network, 22 April 1970 ditetapkan menjadi Hari Bumi karena alasan waktu yang ideal. Musim semi jatuh di bulan April itu, hingga cocok bagi pelajar untuk mendapatkan pendidikan tentang lingkungan.
Amy Cassara di World Resources Institute Washington, yang mencoba menganalisis tren global mengenai lingkungan, mencatat bahwa sejak Hari Bumi diperingati pertama, Hari Bumi telah berevolusi, dari sebuah pokok bahasan sampingan menjadi sebuah aliran mainstream kuat yang dianggap penting oleh sebagian besar orang.
Memang sekarang orang-orang dari 180 negara berbeda di dunia merayakan peringatan ini. Sebut saja misalnya di Tarijia, Bolivia, dijadwalkan penanaman 10.000 pohon. Di Kepulauan Fiji, para penyelam akan ambil bagian dalam rangkaian acara bertajuk 'Dive for Earth Day'. Pada saat itu, ribuan orang menyelam untuk membersihkan laut dan terumbu-terumbu karang.
Bagaimana pun, menurut Cassara, isu lingkungan dewasa ini, tidak jauh mengalami perbedaan. "Utamanya masih seputar kualitas udara, air bersih, dan lubang pada lapisan ozon," urainya. (Sumber: National Geographic)
0 komentar:
Posting Komentar